AL-MABTSUH
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Terstruktur Mata Kuliah Membahas Kitab Fiqh yang diampu oleh Dr. Dadang
syarifudin, M.Ag
Disusun
Oleh :
Rismala Wulandari 1163040078
Rismala Wulandari 1163040078
PMH
/ VI / B
JURUSAN PERBANDINGAN
MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN
HUKUM
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
kita panjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam kita limpahkan kepada junjunan kita Nabi
Muhammad SAW kepada keluarganya, sahabatnya, para tabiin, tabiittabiin, hingga
sampai kepada kita semua. Alhamdulillah pada kesempatan ini penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Maksud
dan tujuan dari penulisan makalah ini tidak lain untuk memenuhi salah satu
kewajiban mata kuliah Membahas Kitab Fiqh serta merupakan bentuk langsung tanggung jawab
penulis pada tugas yang diberikan.
Pada kesempatan kali ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Dr. Dadang
Syarifudin, M.Ag. selaku dosen mata kuliah Membahas Kitab Fiqh serta semua pihak yang membantu dalam penyelesaian makalah ini baik
langsung maupun tidak langsung. Atas bantuan semua pihak tersebut, makalah ini
dapat diselesaikan. Semoga atas ilmu dan bantuan yang diberikan dalam
penyusunan makalah ini diberikan pahala oleh Allah SWT.
Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis juga sadar
bahwasannya penulis hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, sedang kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT sehingga dalam
penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penulis nanti dalam
upaya evaluasi diri. Semoga dibalik
ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat
bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh mahasiswa-mahasiswi.
Bandung, Mei 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
A. BIOGRAFI
Penulisan fikih madzhab
Hanafi dibagi menjadi tiga tingkatan. Tingkatan pertama adalah penulisan yang
disandarkan pada imam utama, seperti Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan al-Hasan.
Imam al-Hasan telah menulis enam kitab dan salah satunya adalah kitab
al-Mabsuth. Tingkatan kedua adalah kitab yang ditulis secara individual oleh
generasi setelahnya dan merujuk pada imam-imam sebelumnya, seperti kitab
al-Badai’ ash-Shanai’ yang ditulis oleh Imam al-Kasani. Sedangkan tingkatan
ketiga adalah kitab yang berisikan persoalan-persoalan hukum yang ditulis oleh
imam-imam mujtahid, seperti kitab an-Nawazil yang ditulis oleh Imam al-Faqih
Abu Laits as-Samarqandi.
Adapun kitab al-Mabsuth
yang akan dibicarakan di sini, bukan kitab yang ditulis oleh Imam al-Hasan,
tetapi kitab yang ditulis oleh Imam Syamsuddin as-Sarkhasi.Penjelasannya,
sebagaimana disebutkan di atas bahwa Imam al-Hasan telah menulis enam kitab dan
keenam kitab tersebut telah diringkas oleh Abu Fadhl al-Marwazi yang diberi
judul Mukhtashar al-Kafi. Di dalamnya berisi ringkasan-ringkasan fikih Hanafi
dari keenam kitab yang ditulis oleh Imam al-Hasan. Kemudian Imam Syamsuddin
as-Sarkhasi men-syarah kitab Mukhtashar al-Kafi tersebut dan diberi judul sama
dengan kitab pertama yang ditulis oleh Imam al-Hasan, yaitu al-Mabsuth.
Dalam referensi pemikiran
hukum Islam, Imam Syamsuddin as-Sarkhasi lebih dikenal sebagai tokoh yang
terlibat secara langsung dalam perdebatan keilmuan, baik ketika berhadapan
dengan tokoh yang bersebrangan dengan madzhab Hanafi maupun dalam melahirkan
teori. Ia memiliki kecerdasan dan kedalaman ilmu yang membedakannya dengan
tokoh lain baik dari kalangan madzhabnya maupun di luar madzhab. Nama beliau
adalah Muhammad bin Ahmad bin Abu Sahl Abu Bakar as-Sarkhasi, beliau wafat pada
tahun 490 H/ 1096 M.
B. ISI DAN SISTEMATIKA KITAB AL-MABTSUH
Kitab ini mengupas
berbagai hal secara mendalam dan tuntas dengan cara khas pemikiran Hanafiyah.
Dari aspek sistematika, kitab al-Mabsuth tidak dimulai dengan kajian soal
thaharah sebagaimana dalam tradisi penulisan kitab-kitab fikih lainnya. Kajian
pertama dalam kitab ini langsung dimulai dengan kajian shalat, karena dalam
pandangannya shalat merupakan dasar yang paling fundamental bagi keislaman
seseorang setelah beriman kepada Allah Ta’ala. Kemudian ditutup dengan
pembahasan nikah dan seputarnya.
Sistematika penyampaiannya
adalah dengan menyebutkan sebuah permasalahan fikih, kemudian menjelaskan
hukumnya dalam madzhab Hanafi, menyebutkan dalil yang mendasarinya, dan
menyebutkan pendapat-pendapat yang menyelisihi. Setelah semua itu, baru mulai
menjelaskan dalilnya dan mendiskusikan dalil tersebut. Terkadang beliau
menggabungkan dalil madzhab Hanafi dengan madzhab lain yang tidak sependapat,
tentunya dengan penggabungan yang sangat baik serta menjauhkan dari pendapat
yang berlawanan. Selain itu beliau juga membandingkan pendapat madzhabnya
dengan madzhab lain, terkhusus madzhab Syafi’i dan pendapat Imam Malik,
terkadang juga menyebutkan madzhab Hanbali dan madzhab Zhahiri.
C. KARAKTERISTIK
Adapun ciri khas fiqih Imam Abu
Hanifah adalah berpijak kepadakemerdekaan berkehendak, karena bencana paling
besar yang menimpa manusia adalah pembatasan atau perampasan kemerdekaan, dalam
pandangan syari’at wajib dipelihara. Pada satu sisi sebagian manusia sangat
ekstrim menilainya sehingga beranggapan Abu Hanifah mendapatkan seluruh hikmah
dari Rasulullah SAW. Melalui mimpi atau pertemuan fisik. Namun di sisi lain ada
yang berlebihan dalam membencinya, sehingga mereka beranggapan bahwa beliau
telah keluar dari agama
Perbedaan pendapat yang
ektrim dan bertolak belakang itu adalahmerupakan gejala
logis pada waktu dimana
Imam Abu Hanifah
hidup.
Orang-orang pada waktu
itu menilai beliau
berdasarkan perjuangan, prilaku, pemikiran, keberanian
beliau yang kontroversial, yakni
beliau mengajarkanuntuk
menggunakan akal secara maksimal,dan dalam hal itu beliau tidak peduli
dengan pandangan orang lain.
D. KEDUDUKAN
Kitab ini merupakan kitab
induk dalam Madzhab Hanafi dalam bidang hukum. Kehadirannya sangat fenomenal
karena ditulis pada saat berada di penjara, dengan cara didiktekan oleh
as-Sarkhasi kepada murid-muridnya. Perbedaannya dengan gaya penulisan buku-buku
ilmiah kontemporer, dalam al-Mabsuth tidak dicantumkan rujukan dan catatan
kepustakaan. Hal itu dapat dimaklumi karena faktor kelaziman dan kultur dalam
penulisan seperti yang dimaksudkan itu belumlah menjadi sebuah tuntutan seperti
adanya sekarang. Ditambah lagi dengan kondisi dipenjara yang secara fisik dan
psikologis tentu berada dalam keterbatasan dan tekanan sehingga tidak
memungkinkan menghadirkan banyak referensi.
E. CONTOH PEMBAHASAN
[بَابُ صَلَاةِ الْمَرِيضِ]
الْأَصْلُ فِي صَلَاةِ الْمَرِيضِ قَوْله تَعَالَى: {الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ
قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ} [آل عمران: 191] قَالَ الضَّحَّاكُ فِي تَفْسِيرِهِ:
هُوَ بَيَانُ حَالِ الْمَرِيضِ فِي أَدَاءِ الصَّلَاةِ عَلَى حَسَبِ الطَّاقَةِ «وَدَخَلَ
رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَلَى عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ
يَعُودُهُ فِي مَرَضِهِ فَقَالَ: كَيْفَ أُصَلِّي فَقَالَ - عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ
-: صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى
الْجَنْبِ تُومِئُ إيمَاءً، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَاَللَّهُ أَوْلَى بِالْعُذْرِ»
أَيْ بِقَبُولِ الْعُذْرِ مِنْكَ، وَلِأَنَّ الطَّاعَةَ عَلَى حَسَبِ الطَّاقَةِ قَالَ
اللَّهُ تَعَالَى: {لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إلَّا وُسْعَهَا} [البقرة: 286]
وَلِقَوْلِهِ تَعَالَى {فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ} [التغابن: 16]. فَإِذَا
عَرَفْنَا هَذَا فَنَقُولُ: الْمَرِيضُ إذَا كَانَ قَادِرًا عَلَى الْقِيَامِ يُصَلِّي
قَائِمًا، فَإِذَا عَجَزَ عَنْ الْقِيَامِ يُصَلِّي قَاعِدًا بِرُكُوعٍ وَسُجُودٍ،
وَإِذَا كَانَ عَاجِزًا عَنْ الْقُعُودِ يُصَلِّي بِالْإِيمَاءِ؛ لِأَنَّهُ وُسْعُ
مِثْلِهِ، فَإِنْ كَانَ قَادِرًا عَلَى الْقِيَامِ فِي أَوَّلِ الصَّلَاةِ وَعَجَزَ
عَنْ الْقِيَامِ فَإِنَّهُ يَقْعُدُ، وَفَرْقٌ بَيْنَ هَذَا وَبَيْنَ الصَّوْمِ، فَإِنَّ
الْمَرِيضَ إذَا كَانَ قَادِرًا عَلَى الصَّوْمِ فِي بَعْضِ الْيَوْمِ ثُمَّ عَجَزَ،
فَإِنَّهُ لَا يَصُومُ أَصْلًا وَهُنَا يُصَلِّي.
وَجْهُ الْفَرْقِ بَيْنَهُمَا، وَذَلِكَ لِأَنَّ فِي الصَّوْمِ لَمَّا أَفْطَرَ
فِي آخِرِ الْيَوْمِ لَمْ يَكُنْ فِعْلُهُ فِي أَوَّلِ الْيَوْمِ مُعْتَدًّا فَلَا
يَشْتَغِلُ بِهِ، وَفِي الصَّلَاةِ وَإِنْ
[Pintu doa pasien]
Nabi (damai dan berkah dari Allah besertanya) memasukkan 'Imran ibn'
Al-Dhahak dalam interpretasinya: Ini adalah pernyataan kondisi pasien dalam
melakukan sholat sesuai dengan energi. Dia berkata, "Bagaimana saya bisa
berdoa?" Dia berkata: "Berdoalah, saw," jika Anda tidak bisa
berdiri, Donc, bisa bukan Tuhan pertama alasan »setiap penerimaan alasan Anda,
dan karena ketaatan oleh kuasa Allah swt berfirman: Allah tidak membebani jiwa
apapun di luar ruang lingkup} [Al-Baqarah: 286] dan interpretasi ayat makna}
[Taghabun: 16]. Jika dia tidak dapat melakukan sholat, dia harus duduk sujud
dan sujud, dan jika dia tidak bisa duduk, dia berdoa dengan mengangguk, karena
dia telah berkembang seperti dia.Jika dia mampu melakukan dalam doa pertama,
dan dia tidak dapat melakukan itu, dia akan duduk dan putus. Antara ini dan
puasa, jika pasien mampu berpuasa dalam beberapa hari dan kemudian
ketidakmampuan, itu tidak puasa sama sekali Berikut berdoa.
Perbedaan di antara mereka, karena dalam puasa untuk puasa pada akhir hari
tidak dilakukan pada awal hari orang berdosa tidak bekerja, dan dalam doa.
[بَابُ افْتِتَاحِ الصَّلَاةِ]
قَالَ: (وَإِذَا انْتَهَى الرَّجُلُ إلَى الْإِمَامِ، وَقَدْ سَبَقَهُ بِرَكْعَتَيْنِ،
وَهُوَ قَاعِدٌ - يُكَبِّرُ تَكْبِيرَةَ الِافْتِتَاحِ لِيَدْخُلَ بِهَا فِي صَلَاتِهِ،
ثُمَّ كَبَّرَ أُخْرَى وَيَقْعُدُ بِهَا)؛ لِأَنَّهُ الْتَزَمَ مُتَابَعَةَ الْإِمَامِ،
وَهُوَ قَاعِدٌ وَالِانْتِقَالُ مِنْ الْقِيَامِ إلَى الْقُعُودِ يَكُونُ بِالتَّكْبِيرَةِ،
وَالْحَاصِلُ أَنَّهُ يَبْدَأُ بِمَا أَدْرَكَ مَعَ الْإِمَامِ لِقَوْلِهِ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «إذَا أَتَيْتُمْ الصَّلَاةَ فَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ
تَمْشُونَ وَلَا تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعُونَ، عَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ
مَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَاقْضُوا»، وَكَانَ الْحُكْمُ فِي الِابْتِدَاءِ
أَنَّ الْمَسْبُوقَ يَبْدَأُ بِقَضَاءِ مَا فَاتَهُ حَتَّى أَنَّ مُعَاذًا - رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ - جَاءَ يَوْمًا، وَقَدْ سَبَقَهُ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - بِبَعْضِ الصَّلَاةِ فَتَابَعَهُ فِيمَا بَقِيَ، ثُمَّ قَضَى مَا فَاتَهُ
فَقَالَ - عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ -: «مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا صَنَعْتَ يَا
مُعَاذُ؟ فَقَالَ: وَجَدْتُكَ عَلَى حَالٍ فَكَرِهْتُ أَنْ أُخَالِفَكَ عَلَيْهِ فَقَالَ
- عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ - سَنَّ لَكُمْ مُعَاذٌ سُنَّةً حَسَنَةً فَاسْتَنُّوا
بِهَا»، ثُمَّ لَا خِلَافَ أَنَّ الْمَسْبُوقَ يُتَابِعُ الْإِمَامَ فِي التَّشَهُّدِ
وَلَا يَقُومُ لِلْقَضَاءِ حَتَّى يُسَلِّمَ الْإِمَامُ وَتَكَلَّمُوا أَنَّ بَعْدَ
الْفَرَاغِ مِنْ التَّشَهُّدِ مَاذَا يَصْنَعُ؟ فَكَانَ ابْنُ شُجَاعٍ - رَحِمَهُ اللَّهُ
- يَقُولُ يُكَرِّرُ التَّشَهُّدَ وَأَبُو بَكْرٍ الرَّازِيّ يَقُولُ يَسْكُتُ؛ لِأَنَّ
الدُّعَاءَ مُؤَخَّرٌ إلَى آخِرِ الصَّلَاةِ وَالْأَصَحُّ أَنَّهُ يَأْتِي بِالدُّعَاءِ
مُتَابَعَةً لِلْإِمَامِ؛ لِأَنَّ الْمُصَلِّيَ إنَّمَا لَا يَشْتَغِلُ بِالدُّعَاءِ
فِي خِلَالِ الصَّلَاةِ لِمَا فِيهِ مِنْ تَأْخِيرِ الْأَرْكَانِ وَهَذَا الْمَعْنَى
لَا يُوجَدُ هُنَا؛ لِأَنَّهُ لَا يُمْكِنُهُ أَنْ يَقُومَ قَبْلَ سَلَامِ الْإِمَامِ.
وَيَجُوزُ افْتِتَاحُ الصَّلَاةِ بِالتَّسْبِيحِ وَالتَّهْلِيلِ وَالتَّحْمِيدِ
فِي قَوْلِ أَبِي حَنِيفَةَ وَمُحَمَّدٍ رَحِمَهُمَا اللَّهُ، وَفِي قَوْلِ أَبِي يُوسُفَ
- رَحِمَهُ اللَّهُ - إذَا كَانَ يُحْسِنُ التَّكْبِيرَ وَيَعْلَمُ أَنَّ الصَّلَاةَ
تُفْتَتَحُ بِالتَّكْبِيرِ لَا يَصِيرُ شَارِعًا بِغَيْرِهِ، وَإِنْ كَانَ لَا يُحْسِنُهُ
أَجْزَأَهُ، وَأَلْفَاظُ التَّكْبِيرِ عِنْدَهُ أَرْبَعَةٌ: اللَّه أَكْبَرُ، اللَّهُ
الْأَكْبَرُ
[Doa pembuka]
Dia berkata: "Jika orang itu berakhir di depan imam, dan dia
mendahului itu dengan dua rakaat, dan dia berdiri, maka pembuka pintu terbuka
untuk memasukkannya dalam salatnya, maka dia tumbuh lagi dan duduk dengan itu.
Saya menyadari dengan imam bahwa dia (damai dan berkah Allah besertanya)
mengatakan: "Jika Anda datang untuk berdoa, datang padanya saat Anda
berjalan dan tidak berjalan "Itu adalah keputusan pada awalnya bahwa
preseden mulai menghabiskan apa yang telah berlalu sampai Maa'a - semoga Allah
senang dengan dia - datang sehari, dan didahului oleh Nabi - saw, beberapa doa
Ftaabh saat tersisa, dan Nabi, damai dan berkah besertanya, Kemudian dia
menghabiskan apa yang dia lewatkan, dan dia berkata - damai dan berkah
besertanya - Apa beban Anda atas apa yang telah Anda lakukan, apa yang
dilarang? Dia berkata: Saya menemukan Anda pada kasus yang saya pikir lawan
Anda padanya mengatakan - saw - usia Moaz tahun yang baik Vastnoa mereka »,
maka tidak ada perselisihan bahwa imam mengikuti imam di tashahhud dan tidak
mengarah ke pengadilan sampai imam dan mengatakan bahwa setelah menyelesaikan
tashahhud Apa yang harus dilakukan? Putra Shuja (semoga Allah mengampuni dia)
mengatakan: Dia mengulangi tashahhud dan Abu Bakar al-Razi mengatakan bahwa dia
diam karena du'aa 'adalah penundaan shalat terakhir, dan lebih tepat dia datang
dengan du'aa' untuk mengikuti imam, karena jamaah tidak terlibat dalam doa du'aa
'selama shalat. Dia tidak bisa melakukannya sebelum kedamaian Imam.
Diijinkan untuk membuka
doa dengan memuji dan memuji Nabi, semoga Tuhan mengampuni dia, dalam kata-kata
Abu Hanifah dan Muhammad, semoga Tuhan mengampuni dia. Dalam kata-kata Abu Yusuf
(semoga Allah mengampuni dia), jika dia meningkatkan zakr dan tahu bahwa shalat
dimulai dengan zakr, Tuhan Yang Maha Besar.
KESIMPULAN
Hasil karya dan karangan Imam Abu Hanifah, meskipun ia diakui sebagai ahli dalam agama islam, namun sampai sekarang tidak banyak yang dapat kita nikmati. Hal ini dapat dimaklumi sebab dilihat segi dari masa hidupnya yang sebenarnya sudah banyak bahan, namun belum dituangkan dalam bentuk karya yang sistematis, sampai akhir hidupnya dalam penjara yang relatif lama sehingga apa yang kita baca pada pendapat-pendapat beliau pun sebenarnya banyak merupakan kodifikasi dari murid-muridnya.
Dalam referensi pemikiran
hukum Islam, Imam Syamsuddin as-Sarkhasi lebih dikenal sebagai tokoh yang terlibat
secara langsung dalam perdebatan keilmuan, baik ketika berhadapan dengan tokoh
yang bersebrangan dengan madzhab Hanafi maupun dalam melahirkan teori. Ia
memiliki kecerdasan dan kedalaman ilmu yang membedakannya dengan tokoh lain
baik dari kalangan madzhabnya maupun di luar madzhab.
SAMPUL DEPAN KITAB AL-MABTSUH
0 comments:
Post a Comment