Nama : Selvy Ratna Dewi
Nim : 1163040083
Jur/kls/smtr : PMH/B/VI
Mata Kuliah : Kitab Fiqih
Kitab al-Muqni’ Fi Fiqhi al-Imam Ahmad bin Hanbal al-Syibani
(Penulis:
Mufiq al-Din Abu Muhammad Abdillah bin Ahmad bin Muhammad Qudamah al- Maqdisi)
A.
Biografi
Mufiq al-Din Abu Muhammad
Abdillah bin Ahmad bin Muhammad Qudamah al-Maqsidi
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi adalah
seorang imam, ahli fiqih dan zuhud, Asy Syaikh Muwaffaquddin Abu Muhammad
Abdullah Bin Ahmad Bin Muhammad Ibnu Qudamah al-Hanbali al-Almaqdisi. Beliau
berhijrah ke lereng bukit Ash-Shaliya, Damaskus, dan dibubuhkanlah namanya
ad-Damsyiqi ash-Shalihi, nisbah kepada kedua daerah itu. Dilahirkan pada bulan
Sya’ban 541 H di desa Jamma’il, salah satu daerah bawahan Nabulsi, dekat Baitul
Maqdis, Tanah Suci di Palestina.
Saat itu tentara salib menguasai Baitul Maqdis
dan daerah sekitarnya. Karenanya, ayahnya, Abul Abbas Ahmad Bin Muhammad Ibnu
Qudamah,tulang punggung keluarga dari pohon nasab yang baik ini haijrah bersama
keluarganya ke Damaskus dengan kedua anaknya, Abu Umar dam Muwaffaquddin , juga
saudara sepupu mereka, Abdul Ghani al-Maqdisi, sekitar tahun 551 H (Al-Hafidz
Dhiya’uddin mempunyai sebuah kitab tentang sebab hijrahnya pendududk Baitul
Maqdis ke Damaskus.
Kemudian ia berguru kepada para ulama Damaskus
lainnya. Ia hafal Mukhtasar Al Khiraqi (fiqih madzab Imam Ahmad Bin Hambal dan
kitab-kitab lainnya.
Ia memiliki kemajuan pesat dalam menkaji ilmu.
Menginjak umur 20 tahun, ia pergi ke Baghdad ditemani saudara sepupunya, Abdul
Ghani al-Maqdisi (anak saudara laki-laki ibunya)/ keduanya umurnya sama.
Muwaffaquddin semula menetap sebentar di
kediaman Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani, di Baghdad. Saat itu Shaikh berumur 90
tahun. Ia mengaji kepada beliau Mukhtasar Al-Khiraqi dengan penuh ketelitian
dan pemahaman yang dalam, karena ia talah hafal kitab itu sejak di Damaskus.
Kemudian wafatlah Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Rahimahulloh.
Selanjutnya ia tidak pisah dengan Syaikh Nashih
al-Islam Abdul Fath Ibn Manni untuk mengaji kepada belia madzab Ahmad dan
perbandingan madzab. Ia menetap di Baghdad selama 4 tahun. Di kota itu juga ia
mengkaji hadis dengan sanadnya secara langsung mendengar dari Imam Hibatullah
Ibn Ad-Daqqaq dan lainnya. Setelah itu ia pulang ke Damaskus dan menetap sebentar
di keluarganya. Lalu kembali ke Baghdad tahun 576 H.
Di Baghdad dalam kunjungannya yang kedua, ia
lanjutkan mengkaji hadis selama satu tahun, mendengar langsung dengan sanadnya
dari Abdul Fath Ibn Al-Mnni. Setelah itu ia kembali ke Damaskus.
Pada tahun 574 H ia menunaikan ibadah haji,
seusai ia pulang ke Damaskus. Di sana ia mulai menyusun kitabnya Al-Mughni
Syarh Mukhtasar Al-Khiraqi (fiqih madzab Imam Ahmad Bin Hambal). Kitab ini
tergolong kitab kajian terbesar dalam masalah fiqih secara umum, dan khususnya
di madzab Imam Ahmad Bin Hanbal. Sampai-sampai Imam ‘Izzudin Ibn Abdus Salam
As-Syafi’i, yang digelari Sulthanul ‘Ulama mengatakan tentang kitab ini: “Saya
merasakurang puas dalam berfatwa sebelum saya menyanding kitab al-Mughni”.
Banyak para santri yang menimba ilmu hadis
kepada beliau, fiqih, dan ilmu-ilmu lainnya. Dan banyak pula yang menjadi ulama
fiqih setelah mengaji kepada beliau. Diantaranya, keponakannya sendiri, seorang
qadhi terkemuka, Syaikh Syamsuddin Abdur Rahman Bin Abu Umar dan ulama-ulama
lainnya seangkatannya.
Di samping itu beliau masih terus menulis
karya-karya ilmiah di berbagai disiplin ilmu, lebih-lebih di bidang fiqih yang
dikuasainya denagn matang. Beliau banyak menulis kitab di bidang fiqih ini,
yang kitab-kitab karyanya membuktikan kamapanannya yang sempurna di bidang itu.
Sampai-sampai ia menjadi buah bibir orang banyak dari segala penjuru yang
membicarakan keutamaan keilmuan dan munaqib (sisi-sisi keagungannya).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : ”setelah
Al-Auza’i, tidak ada orang yang masuk ke negri Syam yang lebih mapan di bidang
fiqih melebihi Al-Muwaffaq”.
Ibnu Ash-Shalah berkata: ”saya tidak pernah
melihat orang alim seaperti Al-Muwaffaq”.
Cucu Ibn Al-Jauzi barkata: ”Orang yang melihat
Al-Muwaffaq seakan-akan ia melihat salah seorang sahabat nabi. Seakan-akan
cahaya memancar dari wajahnya.”
Imam Al-Muwaffaqiq adalah seorang imam di
berbagai disiplin ilmu syar’i. Di zaman beliau, setelah saudaranya(Abu Umar),
tiada orang yang lebih zuhud, lebih wara’ dan lebih mapan ilmunya melebihi
beliau.
Imam Ibnu Qudamah meninggalkan karya-karya
ilmiah yang banyak lagi sangat bermutu dan tulisan-tulisan yang bermanfaat di
bidang fiqih dan lainnya, diantaranya:
1. Al-‘Umdah(untuk pemula)
2. Al-Muqni(untuk pelajar tingkat menengah)
3. Al-Kafi(di kitab ini beliau paparkan dalil-dalil yang debgannya para pelajar dapat menerapkannya dengan praktek amali)
4. Al-Mughni Syarh Mukhtasar Al-Khiraqi( di dalam kitab ini beliau paparkan dasar-dasar pikiran/madzab Ahmad dan dalil-dalil para ulama’ dari bebbagai madzab, untuk membimbing ilmuwan fiqih yang berkemempuan dan berbakat ke arh penggalian metode ijtihad)
5. Manasik al-Hajj.
6. Rawdhat an-Nazhir (Ushaul al-Fiqih)
7. Mukhtasar fi Gharib al-Hadits
8. Al-Burhan fi Mas’alat al-Quran.
9. Al-Qaqdr.
10. Fdha’il ash-Shahabah.
11. Al-Mutahabbin Fillah.
12. Al-Riqqah wal Buka’.
13. Dzamm at-Ta’wil.
14. Dzamm al-Muwaswasin.
15. Al-Tbyin fi Nasab al-Qurassiyin.
16. Lum’atul al-I’tiqad al-Hadi ila Sabil al-Rasyad
2. Al-Muqni(untuk pelajar tingkat menengah)
3. Al-Kafi(di kitab ini beliau paparkan dalil-dalil yang debgannya para pelajar dapat menerapkannya dengan praktek amali)
4. Al-Mughni Syarh Mukhtasar Al-Khiraqi( di dalam kitab ini beliau paparkan dasar-dasar pikiran/madzab Ahmad dan dalil-dalil para ulama’ dari bebbagai madzab, untuk membimbing ilmuwan fiqih yang berkemempuan dan berbakat ke arh penggalian metode ijtihad)
5. Manasik al-Hajj.
6. Rawdhat an-Nazhir (Ushaul al-Fiqih)
7. Mukhtasar fi Gharib al-Hadits
8. Al-Burhan fi Mas’alat al-Quran.
9. Al-Qaqdr.
10. Fdha’il ash-Shahabah.
11. Al-Mutahabbin Fillah.
12. Al-Riqqah wal Buka’.
13. Dzamm at-Ta’wil.
14. Dzamm al-Muwaswasin.
15. Al-Tbyin fi Nasab al-Qurassiyin.
16. Lum’atul al-I’tiqad al-Hadi ila Sabil al-Rasyad
Imam Ibnu Qudamah wafat pada tahun 629 H.
Beliau dimakamkan di kaki gunung Qasiun di Shalihiya, di sebuah lereng di atas
Jami’ Al-Hanabilah (masjid besar para pengikut madzab Imam Ahmad Bin Hanbal).
B.
Kedudukan
Di antara kitab-kitab dalam Mazhab Hambali, ada beberapa kitab yang disusun
oleh Ibnu Qudamah secara bertingkat. Secara hierarki dari bawah, kitab-kitab
Ibnu Qudamah dapat diurutkan sebagai berikut: Al-Umdah, Al-Muqni’, Al-Kafi, dan
Al-Mughni.
1.
Al-Umdah (kitab inti)
Para pemula dalam
Mazhab Hambali diarahkan untuk belajar kitab Al-Umdah. Kitab ini berisi
permasalahan-permasalahan fikih menurut satu pendapat dalam Mazhab Hambali.
Dalam kitab ini, Ibnu Qudamah tidak menyebutkan banyak dalil, tetapi hanya
menyebutkan beberapa dalil saja. Diharapkan, orang yang mempelajari kitab ini akan
menguasai pengetahuan dasar tentang fikih secara utuh pada semua bab pembahasan
fikih.
2. Al-Muqni’ (yang memuaskan)
Selanjutnya, orang yang
telah menguasai permasalahan dasar dalam fikih, diarahkan untuk belajar
Al-Muqni’. Kitab Al-Muqni’ dirancang untuk belajar fikih tingkat lanjutan
(baca: pertengahan). Dalam kitab ini, Ibnu Qudamah menyebutkan dua pendapat
Imam Mazhab, yaitu Imam Ahmad, atau dua pendapat yang dinilai terkuat dari
ulama-ulama dalam Mazhab Hambali. Beliau juga menyebutkan beberapa permasalahan
yang tidak disebutkan dalam kitab Al-Umdah. Hanya saja, beliau tidak
menyebutkan dalil-dalilnya.
3. Al-Kafi (yang mencukupi)
Tingkat lanjutan untuk
belajar fikih adalah kitab Al-Kafi. Ibnu Qudamah menyebutkan beberapa pendapat
yang lebih luas dan dalil-dalil dalam setiap masalah, kemudian beliau
mendiskusikannya dan menggali kesimpulan untuk memilih pendapat yang paling
kuat. Dari sisi ini, Al-Kafi lebih luas pembahasannya daripada Al-Muqni’.
Namun, dilihat dari sisi banyaknya permasalahan, tema pembahasan yang
disebutkan dalam Al-Muqni’ lebih banyak dibandingkan tema pembahasan yang
disebutkan dalam Al-Kafi.
4. Al-Mughni (yang memperkaya wawasan)
Kitab ini dirancang
khusus untuk pembelajaran tingkat “mahir”. Ibnu Qudamah menyebutkan
perselisihan pendapat tingkat lanjut, bahkan terkadang beliau menyebutkan
pendapat sahabat dan para ulama tabiin dan generasi setelahnya. Beliau mengupas
masing-masing pendapat secara panjang lebar, kemudian beliau memberi kesimpulan
pendapat yang paling kuat.
C.
Isi
Kitab
Al-Mughni berisi fikih perbandingan mazhab atau dikenal dengan syarah matan
Mukhtashar Al-Khiraqi. Beliau sebut Al-Mughni sebagai salah satu ensiklopedi
fikih terbesar yang memaparkan perbedaan pendapat tingkat tinggi. Sedangkan
kitab (buku) yang ada di hadapan pembaca adalah Al-Muqni’, yakni sebuah uraian
fikih yang mengacu kepada mazhab Hanbali. Oleh karenanya, buku beliau ini
menjadi rujukan bagi para ulama mazhab Hanbali dari masa ke masa.
Lazimnya
kitab fikih, maka kitab ini berisi bab-bab fikih seperti: thaharah, shalat,
jenazah, zakat, puasa, i’tikaf, manasik, jihad, jual beli, hajr (pembatasan hak
transaksi), syirkah , ariyah, wakaf, wasiat, fara’idh, dan yang semisalnya.
Buku ini menjadi semakin berbobot dengan adanya tahqiq. Tahqiq yang dilakukan
oleh dua ulama di bidangnya; Syaikh Mahmud Al-Arnauth dan Syaikh Yasin Mahmud
Al-Khatib. Selain itu ada rekomendasi dari Syaikh Abdul Qadir Al-Arnauth,
beliau menyatakan, “ Kitab Al-Muqni’ fi Fiqh Al-Imam Ahmad bin Hanbal karya
Imam yang sangat alim dan faqih, Muwaffaquddin bin Qudamah Al-Maqdisi,
merupakan kitab fikih mazhab Hanbali terbaik. Kitab ini sangat ringkas dan
rujukan ulama mazhab Hanbali sejak zaman penyusunnya hingga saat ini. Secara
turun temurun Al-Muqni’ menjadi objek kajian dan studi para ulama dan penuntut
ilmu. Dari kajian kitab ini lahirlah para penuntut ilmu dalam jumlah banyak di
Syam, Mesir, dan kota besar lainnya. Dari tangan mereka muncul salinan
Al-Muqni’ dalam bentuk manuskrip yang tersebar di berbagai negeri, terutama di
Syam dan Shalihiah.”
Contoh
Topik Pembahasan :
Pembahasan
Tharah : Bab Air
Air ada
tiga macam,
Pertama, air suci yaitu air yang tetap dalam asal
kejadiannya dan tidak berubah karena tergenang atau sebab sesuatu yang suci
yang tidak mungkin dihindari seperti lumut dan daun pohon, atau yang tidak
tercampur dengannya seperti kayu, kapur dan minyak,
Adapun sesuatu yang asalnya cair seperti garam
laut, atau sesuatu yang tertiup oleh angin berbau busuk di sampingnya atau
dipanaskan oleh sinar matahari atau oleh sesuatu yang suci, maka smua ini
hhukumnya suci menyucikan. Air jenis ini dapat mneghilangkan hadats dan najis
serta tidak makruh digunakan.
Kedua , air suci yang tidak mensucikan yaitu
air yang tercampuri oleh sesuatu yang suci sehingga berubah namanya, atau
mendominasi pada juz – juz air tersebut atau air yang dimasak sehingga berubah.
Jika merubah slah satu sifatnya seperti warnanya, rasanya, atau baunya, atau
dipakai untuk menghilangkan hadats atau dipakai bersuci yang disyaratkan
seperti : tajdid, mandi jumat, atau mencelupka tangannya karena bangun dari
tidur malam sebelum membasuh tangan tersebut 3x. Apakah mencabut kesucian air
tersebut ?
Terdapat dua riwayat : jika dipakai
menghilangkan najis kemudian dipisahkan ternyata berubah atau sebelum dipakai
menghilangkan najis maka dihukumi najis. Dan jika dipisahkan ternyata tidak
berubah setelah dipakai menghilangkan najis maka dihukumi suci sekalipun
tempatnya ditanah dan jika tempatnya bukan ditanah maka hukumnya suci dalam
pendapat yang paling shohih diantara dua pendapat. Dan apakai air tersebut suci
berdasarkan dua pendapat tersebut ? jika yang menggunakan bersuci adalah
perempuan maka hukumnya suci dan tidak boleh bersuci dengan air tersebut
menurut Dohirul Madzhab.
D.
Penutup
Kesimpulan
Fikih
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari khazanah intelektual
Islam. Ada ribuan buku fikih yang telah diterbitkan oleh ulama Ahlussunnah
wal Jamaah dari berbagai madzhab, baik Maliki, Hanbali, Asy-Syafi'i maupun
Hanafi. Jadi referensi fikih untuk setiap madzhab pun terbilang
banyak. Tentunya. Kekayaan ilmu ini milik kita dan dilestarikan,
terutama generasi penerus Islam.
Buku ini
sangat lengkap dan rujukan ulama madzhab Hambali sejak zaman penyusunnya hingga
saat ini sampai ke-temurun. Al Muqni 'menjadi objek kajian dan studi para
ulama dan penuntut ilmu. Dari kajian kitab ini lahirlah para penuntut iimu
dalarn dalam jumlah banyak di Syam, Mesir dan lainnya. Dari tangan mereka
muncul diterbitkan Al Muqni dalam bentuk manuskrip yang tersebar di berbagai
negeri. Pembahasan dalam buku Al Muqni ini layaknya buku-buku fikih
lainnya yang disusun sesuai urutan pembahasan fikih yang lazim, dimulai dari
Thaharah (bersuci) hingga Iqrar (persetujuan).Penyajiannya yang cukup lengkap
dan tidak bertele-tele dari satu pembahasan ke pembahasan lainnya membuat buku
ini dengan mudah diterjemahkan dan layak disetujui.
0 comments:
Post a Comment