Pages

Sunday, May 26, 2019

KITAB AL-MUQNI’ FI FIQHI AL-IMAM AHMAD BIN HANBAL AL-SYIBANI

Nama : Selvy Ratna Dewi
Nim : 1163040083
Jur/kls/smtr : PMH/B/VI
Mata Kuliah : Kitab Fiqih

Kitab al-Muqni’ Fi Fiqhi al-Imam Ahmad bin Hanbal al-Syibani
(Penulis: Mufiq al-Din Abu Muhammad Abdillah bin Ahmad bin Muhammad Qudamah al- Maqdisi)




A.    Biografi
Mufiq al-Din Abu Muhammad Abdillah bin Ahmad bin Muhammad Qudamah al-Maqsidi
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi adalah seorang imam, ahli fiqih dan zuhud, Asy Syaikh Muwaffaquddin Abu Muhammad Abdullah Bin Ahmad Bin Muhammad Ibnu Qudamah al-Hanbali al-Almaqdisi. Beliau berhijrah ke lereng bukit Ash-Shaliya, Damaskus, dan dibubuhkanlah namanya ad-Damsyiqi ash-Shalihi, nisbah kepada kedua daerah itu. Dilahirkan pada bulan Sya’ban 541 H di desa Jamma’il, salah satu daerah bawahan Nabulsi, dekat Baitul Maqdis, Tanah Suci di Palestina.
Saat itu tentara salib menguasai Baitul Maqdis dan daerah sekitarnya. Karenanya, ayahnya, Abul Abbas Ahmad Bin Muhammad Ibnu Qudamah,tulang punggung keluarga dari pohon nasab yang baik ini haijrah bersama keluarganya ke Damaskus dengan kedua anaknya, Abu Umar dam Muwaffaquddin , juga saudara sepupu mereka, Abdul Ghani al-Maqdisi, sekitar tahun 551 H (Al-Hafidz Dhiya’uddin mempunyai sebuah kitab tentang sebab hijrahnya pendududk Baitul Maqdis ke Damaskus.
Kemudian ia berguru kepada para ulama Damaskus lainnya. Ia hafal Mukhtasar Al Khiraqi (fiqih madzab Imam Ahmad Bin Hambal dan kitab-kitab lainnya.
Ia memiliki kemajuan pesat dalam menkaji ilmu. Menginjak umur 20 tahun, ia pergi ke Baghdad ditemani saudara sepupunya, Abdul Ghani al-Maqdisi (anak saudara laki-laki ibunya)/ keduanya umurnya sama.
Muwaffaquddin semula menetap sebentar di kediaman Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani, di Baghdad. Saat itu Shaikh berumur 90 tahun. Ia mengaji kepada beliau Mukhtasar Al-Khiraqi dengan penuh ketelitian dan pemahaman yang dalam, karena ia talah hafal kitab itu sejak di Damaskus. Kemudian wafatlah Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Rahimahulloh.
Selanjutnya ia tidak pisah dengan Syaikh Nashih al-Islam Abdul Fath Ibn Manni untuk mengaji kepada belia madzab Ahmad dan perbandingan madzab. Ia menetap di Baghdad selama 4 tahun. Di kota itu juga ia mengkaji hadis dengan sanadnya secara langsung mendengar dari Imam Hibatullah Ibn Ad-Daqqaq dan lainnya. Setelah itu ia pulang ke Damaskus dan menetap sebentar di keluarganya. Lalu kembali ke Baghdad tahun 576 H.
Di Baghdad dalam kunjungannya yang kedua, ia lanjutkan mengkaji hadis selama satu tahun, mendengar langsung dengan sanadnya dari Abdul Fath Ibn Al-Mnni. Setelah itu ia kembali ke Damaskus.
Pada tahun 574 H ia menunaikan ibadah haji, seusai ia pulang ke Damaskus. Di sana ia mulai menyusun kitabnya Al-Mughni Syarh Mukhtasar Al-Khiraqi (fiqih madzab Imam Ahmad Bin Hambal). Kitab ini tergolong kitab kajian terbesar dalam masalah fiqih secara umum, dan khususnya di madzab Imam Ahmad Bin Hanbal. Sampai-sampai Imam ‘Izzudin Ibn Abdus Salam As-Syafi’i, yang digelari Sulthanul ‘Ulama mengatakan tentang kitab ini: “Saya merasakurang puas dalam berfatwa sebelum saya menyanding kitab al-Mughni”.
Banyak para santri yang menimba ilmu hadis kepada beliau, fiqih, dan ilmu-ilmu lainnya. Dan banyak pula yang menjadi ulama fiqih setelah mengaji kepada beliau. Diantaranya, keponakannya sendiri, seorang qadhi terkemuka, Syaikh Syamsuddin Abdur Rahman Bin Abu Umar dan ulama-ulama lainnya seangkatannya.
Di samping itu beliau masih terus menulis karya-karya ilmiah di berbagai disiplin ilmu, lebih-lebih di bidang fiqih yang dikuasainya denagn matang. Beliau banyak menulis kitab di bidang fiqih ini, yang kitab-kitab karyanya membuktikan kamapanannya yang sempurna di bidang itu. Sampai-sampai ia menjadi buah bibir orang banyak dari segala penjuru yang membicarakan keutamaan keilmuan dan munaqib (sisi-sisi keagungannya).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : ”setelah Al-Auza’i, tidak ada orang yang masuk ke negri Syam yang lebih mapan di bidang fiqih melebihi Al-Muwaffaq”.
Ibnu Ash-Shalah berkata: ”saya tidak pernah melihat orang alim seaperti Al-Muwaffaq”.
Cucu Ibn Al-Jauzi barkata: ”Orang yang melihat Al-Muwaffaq seakan-akan ia melihat salah seorang sahabat nabi. Seakan-akan cahaya memancar dari wajahnya.”
Imam Al-Muwaffaqiq adalah seorang imam di berbagai disiplin ilmu syar’i. Di zaman beliau, setelah saudaranya(Abu Umar), tiada orang yang lebih zuhud, lebih wara’ dan lebih mapan ilmunya melebihi beliau.
Imam Ibnu Qudamah meninggalkan karya-karya ilmiah yang banyak lagi sangat bermutu dan tulisan-tulisan yang bermanfaat di bidang fiqih dan lainnya, diantaranya:
1. Al-‘Umdah(untuk pemula)
2. Al-Muqni(untuk pelajar tingkat menengah)
3. Al-Kafi(di kitab ini beliau paparkan dalil-dalil yang debgannya para pelajar dapat menerapkannya dengan praktek amali)
4. Al-Mughni Syarh Mukhtasar Al-Khiraqi( di dalam kitab ini beliau paparkan dasar-dasar pikiran/madzab Ahmad dan dalil-dalil para ulama’ dari bebbagai madzab, untuk membimbing ilmuwan fiqih yang berkemempuan dan berbakat ke arh penggalian metode ijtihad)
5. Manasik al-Hajj.
6. Rawdhat an-Nazhir (Ushaul al-Fiqih)
7. Mukhtasar fi Gharib al-Hadits
8. Al-Burhan fi Mas’alat al-Quran.
9. Al-Qaqdr.
10. Fdha’il ash-Shahabah.
11. Al-Mutahabbin Fillah.
12. Al-Riqqah wal Buka’.
13. Dzamm at-Ta’wil.
14. Dzamm al-Muwaswasin.
15. Al-Tbyin fi Nasab al-Qurassiyin.
16. Lum’atul al-I’tiqad al-Hadi ila Sabil al-Rasyad
Imam Ibnu Qudamah wafat pada tahun 629 H. Beliau dimakamkan di kaki gunung Qasiun di Shalihiya, di sebuah lereng di atas Jami’ Al-Hanabilah (masjid besar para pengikut madzab Imam Ahmad Bin Hanbal).
B.      Kedudukan
Di antara kitab-kitab dalam Mazhab Hambali, ada beberapa kitab yang disusun oleh Ibnu Qudamah secara bertingkat. Secara hierarki dari bawah, kitab-kitab Ibnu Qudamah dapat diurutkan sebagai berikut: Al-Umdah, Al-Muqni’, Al-Kafi, dan Al-Mughni.
1.      Al-Umdah (kitab inti)
Para pemula dalam Mazhab Hambali diarahkan untuk belajar kitab Al-Umdah. Kitab ini berisi permasalahan-permasalahan fikih menurut satu pendapat dalam Mazhab Hambali. Dalam kitab ini, Ibnu Qudamah tidak menyebutkan banyak dalil, tetapi hanya menyebutkan beberapa dalil saja. Diharapkan, orang yang mempelajari kitab ini akan menguasai pengetahuan dasar tentang fikih secara utuh pada semua bab pembahasan fikih.
2.      Al-Muqni’ (yang memuaskan)
Selanjutnya, orang yang telah menguasai permasalahan dasar dalam fikih, diarahkan untuk belajar Al-Muqni’. Kitab Al-Muqni’ dirancang untuk belajar fikih tingkat lanjutan (baca: pertengahan). Dalam kitab ini, Ibnu Qudamah menyebutkan dua pendapat Imam Mazhab, yaitu Imam Ahmad, atau dua pendapat yang dinilai terkuat dari ulama-ulama dalam Mazhab Hambali. Beliau juga menyebutkan beberapa permasalahan yang tidak disebutkan dalam kitab Al-Umdah. Hanya saja, beliau tidak menyebutkan dalil-dalilnya.
3.      Al-Kafi (yang mencukupi)
Tingkat lanjutan untuk belajar fikih adalah kitab Al-Kafi. Ibnu Qudamah menyebutkan beberapa pendapat yang lebih luas dan dalil-dalil dalam setiap masalah, kemudian beliau mendiskusikannya dan menggali kesimpulan untuk memilih pendapat yang paling kuat. Dari sisi ini, Al-Kafi lebih luas pembahasannya daripada Al-Muqni’. Namun, dilihat dari sisi banyaknya permasalahan, tema pembahasan yang disebutkan dalam Al-Muqni’ lebih banyak dibandingkan tema pembahasan yang disebutkan dalam Al-Kafi.
4.      Al-Mughni (yang memperkaya wawasan)
Kitab ini dirancang khusus untuk pembelajaran tingkat “mahir”. Ibnu Qudamah menyebutkan perselisihan pendapat tingkat lanjut, bahkan terkadang beliau menyebutkan pendapat sahabat dan para ulama tabiin dan generasi setelahnya. Beliau mengupas masing-masing pendapat secara panjang lebar, kemudian beliau memberi kesimpulan pendapat yang paling kuat.

C.    Isi
Kitab Al-Mughni berisi fikih perbandingan mazhab atau dikenal dengan syarah matan Mukhtashar Al-Khiraqi. Beliau sebut Al-Mughni sebagai salah satu ensiklopedi fikih terbesar yang memaparkan perbedaan pendapat tingkat tinggi. Sedangkan kitab (buku) yang ada di hadapan pembaca adalah Al-Muqni’, yakni sebuah uraian fikih yang mengacu kepada mazhab Hanbali. Oleh karenanya, buku beliau ini menjadi rujukan bagi para ulama mazhab Hanbali dari masa ke masa.
Lazimnya kitab fikih, maka kitab ini berisi bab-bab fikih seperti: thaharah, shalat, jenazah, zakat, puasa, i’tikaf, manasik, jihad, jual beli, hajr (pembatasan hak transaksi), syirkah , ariyah, wakaf, wasiat, fara’idh, dan yang semisalnya. Buku ini menjadi semakin berbobot dengan adanya tahqiq. Tahqiq yang dilakukan oleh dua ulama di bidangnya; Syaikh Mahmud Al-Arnauth dan Syaikh Yasin Mahmud Al-Khatib. Selain itu ada rekomendasi dari Syaikh Abdul Qadir Al-Arnauth, beliau menyatakan, “ Kitab Al-Muqni’ fi Fiqh Al-Imam Ahmad bin Hanbal karya Imam yang sangat alim dan faqih, Muwaffaquddin bin Qudamah Al-Maqdisi, merupakan kitab fikih mazhab Hanbali terbaik. Kitab ini sangat ringkas dan rujukan ulama mazhab Hanbali sejak zaman penyusunnya hingga saat ini. Secara turun temurun Al-Muqni’ menjadi objek kajian dan studi para ulama dan penuntut ilmu. Dari kajian kitab ini lahirlah para penuntut ilmu dalam jumlah banyak di Syam, Mesir, dan kota besar lainnya. Dari tangan mereka muncul salinan Al-Muqni’ dalam bentuk manuskrip yang tersebar di berbagai negeri, terutama di Syam dan Shalihiah.”
Contoh Topik Pembahasan :
Pembahasan Tharah : Bab Air
Air ada tiga macam,
Pertama, air suci yaitu air yang tetap dalam asal kejadiannya dan tidak berubah karena tergenang atau sebab sesuatu yang suci yang tidak mungkin dihindari seperti lumut dan daun pohon, atau yang tidak tercampur dengannya seperti kayu, kapur dan minyak,
Adapun sesuatu yang asalnya cair seperti garam laut, atau sesuatu yang tertiup oleh angin berbau busuk di sampingnya atau dipanaskan oleh sinar matahari atau oleh sesuatu yang suci, maka smua ini hhukumnya suci menyucikan. Air jenis ini dapat mneghilangkan hadats dan najis serta tidak makruh digunakan.
Kedua , air suci yang tidak mensucikan yaitu air yang tercampuri oleh sesuatu yang suci sehingga berubah namanya, atau mendominasi pada juz – juz air tersebut atau air yang dimasak sehingga berubah. Jika merubah slah satu sifatnya seperti warnanya, rasanya, atau baunya, atau dipakai untuk menghilangkan hadats atau dipakai bersuci yang disyaratkan seperti : tajdid, mandi jumat, atau mencelupka tangannya karena bangun dari tidur malam sebelum membasuh tangan tersebut 3x. Apakah mencabut kesucian air tersebut ?
Terdapat dua riwayat : jika dipakai menghilangkan najis kemudian dipisahkan ternyata berubah atau sebelum dipakai menghilangkan najis maka dihukumi najis. Dan jika dipisahkan ternyata tidak berubah setelah dipakai menghilangkan najis maka dihukumi suci sekalipun tempatnya ditanah dan jika tempatnya bukan ditanah maka hukumnya suci dalam pendapat yang paling shohih diantara dua pendapat. Dan apakai air tersebut suci berdasarkan dua pendapat tersebut ? jika yang menggunakan bersuci adalah perempuan maka hukumnya suci dan tidak boleh bersuci dengan air tersebut menurut Dohirul Madzhab.




D.    Penutup
Kesimpulan
Fikih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari khazanah intelektual Islam. Ada ribuan buku fikih yang telah diterbitkan oleh ulama Ahlussunnah wal Jamaah dari berbagai madzhab, baik Maliki, Hanbali, Asy-Syafi'i maupun Hanafi. Jadi referensi fikih untuk setiap madzhab pun terbilang banyak. Tentunya. Kekayaan ilmu ini milik kita dan dilestarikan, terutama generasi penerus Islam.
Buku ini sangat lengkap dan rujukan ulama madzhab Hambali sejak zaman penyusunnya hingga saat ini sampai ke-temurun. Al Muqni 'menjadi objek kajian dan studi para ulama dan penuntut ilmu. Dari kajian kitab ini lahirlah para penuntut iimu dalarn dalam jumlah banyak di Syam, Mesir dan lainnya. Dari tangan mereka muncul diterbitkan Al Muqni dalam bentuk manuskrip yang tersebar di berbagai negeri. Pembahasan dalam buku Al Muqni ini layaknya buku-buku fikih lainnya yang disusun sesuai urutan pembahasan fikih yang lazim, dimulai dari Thaharah (bersuci) hingga Iqrar (persetujuan).Penyajiannya yang cukup lengkap dan tidak bertele-tele dari satu pembahasan ke pembahasan lainnya membuat buku ini dengan mudah diterjemahkan dan layak disetujui.






0 comments:

Post a Comment